Dalam seni beladiri, agama memiliki peran penting dalam sejarah pengembangan dan penyebarannya. Agama membentuk pola pikir dan pola tindak selama sesi latihan. Banyak orang mengkonversi agamanya hanya karena seni bela diri mereka tumbuh dari keyakinan lain, atau minimal terdoktrin. Kung fu misalnya, sejarah awal dan penyebarannya tidak bisa lepas dari agama Budha yang berpusat di biara Shaolin dan Tao yang berpusat di kuil Wudang (Butong). Bahkan istilah aliran waijia (eksternal/keras) merujuk pada Shaolin Pay yang didasarkan pada doktrin Budha atau doktrin lain yang memiliki akar di India dan aliran neijia (internal/lembut) merujuk pada Butong Pay sebagai pusat meditasi Taoisme dengan jurus Tai Chi Chuan, Pa Kua Chang dan Hsing-i sebagai mediasi doktrin.
Sekarang, orang tidak diharuskan berpindah agama basis beladiri ketika ia berlatih namun wajib mengikuti ritual-ritual, mendengarkan ceramah prinsip-prinsip ajaran atau filsafat yang disisipkan pada sesi-sesi latihan yang minimal membentuk suatu sikap menghargai nilai-nilai agama lain. Aqidah Islam mengkatagorikannya sabagai syirkul akbar (syirik besar), dosa yang paling luar biasa besar yang dapat membatalkan keislaman seseorang tanpa ia sadari.
Beberapa perguruan Aikido Jepang misalnya, memasukkan ritual baca mantra yang diarahkan kepada roh Shinto di sesi latihan. Banyak para siswa yang tidak memahami apa yang sebenarnya terjadi, sebagiannya mungkin bersedia berlatih Shinto tanpa berpindah agama yang sebenarnya bertentangan dengan agama asalnya. Tanpa disadari siswa mengalami praktek-praktek keagamaan.
Dalam artikel The Annotated Tao of Jeet Kune Do, sebuah review kompilasi catatan Bruce Lee yang berjudul Tao of Jeet Kune Do dikatakan; Jeet Kune Do adalah ekspresi doktrin Tao ortodoks, Buddha dan prinsip-prinsip metafisika Barat. Taekwondo, sebagai beladiri paling banyak dimainkan di dunia dijelaskan dalam wikipedia sebagai: “Gabungan dari teknik perkelahian, bela diri, olahraga, olah tubuh, hiburan, dan filsafat”. Filsafat bangsa Korea dipengaruhi oleh Shamanisme, Buddhisme, Taoisme dan Konfusianisme. Begitu pula banyak perguruan silat Indonesia mempromosikan secara langsung atau tidak langsung ajaran kejawen, doktrin yang berakar dari campuran Hindu-animisme-kepercayaan pada roh-budaya melayu/jawa-Sufisme.
Perguruan Teratai Mas sejak semula berbasis Islam dengan aqidah Ahlu Sunnah wal Jama'ah merujuk apa yang dipahami oleh salafus shalih, tiga genenasi abad pertama Islam (sahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in). Perguruan TM tidak mengajarkan meditasi atau prinsip-prinsip filsafat lain yang bertentangan dengan aqidah Islam serta melarang ikhtilat (bercampurnya laki-laki dan wanita bukan mahram dalam suatu aktifitas bersama tanpa ada batas yang memisahkan antara keduanya). Hingga saat ini, perguruan TM tidak menerima siswa wanita karena ketiadaan guru. TM tidak mengenal tenaga dalam yang mampu menjatuhkan lawan tanpa menyentuhnya.
Satu-satunya kritikan TM yang dianggap bertentangan dengan Islam yaitu penamaan beberapa gerakan dan beberapa jurus dengan nama Naga, sebuah mitos kepercayaan bangsa Cina yang menjadi simbol Shio bermakna kebenaran. Filsafat Cina menempatkan Naga sebagai simbol kekuatan alam dan penjelmaan roh orang suci sebelum masuk surga. Pada tahun 2010, penulis mendengar dari grand master Mbah Din, penamaan Naga akan diganti. Wallahu alam. (Dinukil dari buku Draf Mengenal Seni Beladiri Teratai Mas)